Kriteria Makanan dan Minuman dalam Islam
Makanan dan minuman yang dikonsumsi umat Islam, selain harus mengandung gizi yang cukup, kepastian kehalalannya pun perlu diperhatikan.
Dalam literatur khazanah Islam, makanan dan minuman yang dikonsumsi paling tidak mengandung dua unsur, halal dan thayib. Kriteria thayib bisa berlaku untuk semua jenis makanan dan minuman yang mengandung gizi, lezat rasanya dan semua kandungan positif yang terdapat dalam jenis makanan atau minuman.
Sementara halal yang dimaksudkan dalam makanan dan minuman adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi umat Islam harus tidak menyalahi aturan hukum Islam. Misalnya, ada makanan atau minuman yang dimakan atau diminum sangat disukai rasanya, tetapi tidak diperbolehkan oleh ajaran Islam, maka harus dihindari.
Begitu pentingnya kehalalan makanan dan minuman bagi umat Islam, hal ini tercermin dari ajaran Islam itu sendiri. Sampai-sampai ada hadits Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa ketika ada makanan atau minuman yang dikonsumsi umat Islam itu haram, maka hal ini bisa menjadi penyebab tidak dikabulkannya doa.
Tak hanya dari segi kandungan zat dalam makanan, cara memperoleh makanan juga sangat diperhatikan. tentu berbeda antara makanan yang diperolah dari mencuri, dari mengorupsi, dan mengambil dengan zalim, dengan makanan yang diperoleh dengan cara beik, mengeluarkan keringat sendiri. Kalau kandungan zat dan cara memperoleh ini diperhatikan, sungguh sinar Islam telah merasuk dalam jiwa umatnya.
Kembali pada kehalalan yang dilihat dari kandungan makanan, seiring perjalan waktu, jenis makanan dan minuman yang diproduksi dan beredar di pasaran makin beragam. Menu dan racikan yang ditawarkan untuk disajikan pun makin menggugah selera. Disinilah subtansi pentingnya produk makanan dan minuman mendapat lisensi halal dari lembaga berwenang. Sehingga asupan makanan atau minuman yang beredar di pasaran pun dapat dipastikan "aman" secara hukum agama Islam.
Selama ini lembaga yang berhak mengeluarkan label "halal" pada produk makanan dan minuman adalah BPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk lebih menegaskan kekuatan hukum secara tatanan bernegara, aturan tentang halal pun akan dirumuskan dalam bentuk undang-undang.
Semoga dengan hadirnya undang-undang jaminan produk halal dapat menyaring atau memfilter produk yang tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam. (Abdul Khoir/KH)
Dalam literatur khazanah Islam, makanan dan minuman yang dikonsumsi paling tidak mengandung dua unsur, halal dan thayib. Kriteria thayib bisa berlaku untuk semua jenis makanan dan minuman yang mengandung gizi, lezat rasanya dan semua kandungan positif yang terdapat dalam jenis makanan atau minuman.
Sementara halal yang dimaksudkan dalam makanan dan minuman adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi umat Islam harus tidak menyalahi aturan hukum Islam. Misalnya, ada makanan atau minuman yang dimakan atau diminum sangat disukai rasanya, tetapi tidak diperbolehkan oleh ajaran Islam, maka harus dihindari.
Begitu pentingnya kehalalan makanan dan minuman bagi umat Islam, hal ini tercermin dari ajaran Islam itu sendiri. Sampai-sampai ada hadits Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa ketika ada makanan atau minuman yang dikonsumsi umat Islam itu haram, maka hal ini bisa menjadi penyebab tidak dikabulkannya doa.
Tak hanya dari segi kandungan zat dalam makanan, cara memperoleh makanan juga sangat diperhatikan. tentu berbeda antara makanan yang diperolah dari mencuri, dari mengorupsi, dan mengambil dengan zalim, dengan makanan yang diperoleh dengan cara beik, mengeluarkan keringat sendiri. Kalau kandungan zat dan cara memperoleh ini diperhatikan, sungguh sinar Islam telah merasuk dalam jiwa umatnya.
Kembali pada kehalalan yang dilihat dari kandungan makanan, seiring perjalan waktu, jenis makanan dan minuman yang diproduksi dan beredar di pasaran makin beragam. Menu dan racikan yang ditawarkan untuk disajikan pun makin menggugah selera. Disinilah subtansi pentingnya produk makanan dan minuman mendapat lisensi halal dari lembaga berwenang. Sehingga asupan makanan atau minuman yang beredar di pasaran pun dapat dipastikan "aman" secara hukum agama Islam.
Selama ini lembaga yang berhak mengeluarkan label "halal" pada produk makanan dan minuman adalah BPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk lebih menegaskan kekuatan hukum secara tatanan bernegara, aturan tentang halal pun akan dirumuskan dalam bentuk undang-undang.
Semoga dengan hadirnya undang-undang jaminan produk halal dapat menyaring atau memfilter produk yang tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam. (Abdul Khoir/KH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar